Kerupuk Udang

Shubuh yang indah di pinggiran kota Surabaya. Mamat bangun dari tidur lelapnya. Mamat, anak kecil yang baru berumur 8 tahun bersiap-siap untuk menantang kerasnya dunia. Mamat anak paling besar. Dia mempunyai 2 adik. Ayahnya sudah lama meninggal sejak Mamat masih berusia 2 tahun. Maka dari itu, ia juga bekerja untuk membantu ekonomi keluarganya.
Mereka  tinggal di bantaran sungai kota Surabaya. Mereka sudah tinggal selama 2 tahun. Mereka sudah tidak punya tempat tinggal. 2 tahun lalu, rumah peninggalan ayahnya digusur paksa oleh aparat karena di daerah rumahnya tinggal akan dibangun suatu pusat perbelanjaan.
Mamat bekerja sebagai kuli angkut di pasar di daerah kota Surabaya. Maka dari itu, pagi-pagi sekali, Mamat harus udah standby di pasar. Ibunya bekerja sebagai pemulung.
Seperti pagi ini,  jam 5.30 pagi Mamat sudah berada di pasar menjual jasa angkutnya. Karena jika lewat dari jam segitu, Mamat bisa ketinggalan pelanggan karena sudah diambil oleh teman seprofesinya yang lain.
“Bu, mau di angkut barangnya bu?” Kata-kata itulah yang selalu Mamat ucapkan kepada orang-orang yang membawa belanjaan yang banyak.
Setiap hari, Mamat hanya bisa mengumpulkan uang sekitar 10-15 ribu. Uang itu digunakan untuk keperluan sehari-hari. Ibunya pun juga tidak banyak menghasilkan uang. Seminggu hanya bisa mengumpulkan 40 ribu. Itu pun kalau hasil mulungnya banyak.
Berbicara soal makan, mereka sangat kekurangan. Terkadang jika mereka tidak punya uang, mereka akan mengais beras yang berserakan di toko penjualan beras. Jika uang yang mereka punya ‘lumayan’, mereka akan membeli nasi yang ‘layak’. Itu pun hanya bisa beli nasi dan kerupuk merah putih. Bagi mereka, itu sudah lebih dari cukup.
Di pasar, ada suatu tempat yang sangat Mamat sukai. Mamat suka beristirahat di tempat itu. Tempat itu adalah suatu toko yang menjual beraneka jenis kerupuk. Mamat selalu senang duduk disitu. Mamat selalu memperhatikan kumpulan-kumpulan kerupuk itu yang ‘indah’ di matanya. Ada satu kerupuk favorit Mamat, yaitu kerupuk udang. Mamat selalu ingin merasakannya, karena kata teman-teman seprofesinya, kerupuk itu sangat enak. Tapi karena harganya mahal, Mamat tidak sanggup untuk membelinya. Mamat tak tega menyampaikan keinginannya ini kepada ibunya.
Di tempat itu, Mamat selalu berdo’a sambil melihat kerupuk udang yang di inginkannya. Setelah selesai istirahat dan berzikir, Mamat pun pergi.
***
Jadwal makan malam tiba...
            Jadwal makan malam adalah kegiatan yang paling Mamat sukai. Bukan hanya melepas lelah dari kepenatan setelah bekerja, tetapi juga pada saat itulah Mamat bisa berkumpul dengan keluarganya. Berbagi cerita tentang kerja hari ini.
Tetapi beda dengan makan malam hari ini. Ada yang mengganjal di pikiran Mamat. Mamat sudah tak tahan lagi.
“Bu, Mamat pengen kerupuk udang bu. Kata teman-teman, rasanya enak bu.”
“Kapan-kapan ya. Wong kamu tahu ndok, kerupuk udang itu mahal. Nanti ya kalau kita punya uang banyak.”
            Mamat hanya bisa pasrah mendengar kata ibunya. Mamat tidak ingin memaksakan kehendaknya. Mamat bertekad akan mengumpulkan uang banyak agar bisa membeli kerupuk udang.
            Mamat termasuk anak yang taat beribadah. Walaupun dia masih kecil. Karena dia sudah dibiasakan oleh ibunya untuk rajin sholat. Seperti pagi ini, Mamat sholat Shubuh. Selesai sholat, Mamat berdoa seperti biasa. Tetapi kali ini, do’anya lain. Mamat lebih bersemangat dalam do’anya dan lebih sedikit maksa.
“Ya Allah. Biarkan lah Mamat bisa merasakan nikmatnya kerupuk udang itu. Ya Allah kasih lah Mamat kerupuk udang. Mamat gak mau tau, minggu ini Mamat harus bisa makan itu kerupuk !!” itu lah do’a Mamat yang sedikit maksa.
            Setelah do’a, Mamat pun pergi bekerja. Dia pun bekerja lebih giat hari ini. Semua dia lakukan demi kerupuk udang. Dia pun tidak lupa melakukan aktifitas wajibnya untuk ke toko kerupuk. Hari ini, do’a Mamat ketika melihat kerupuk itu lebih lama dan lebih panjang dari biasanya. Mamat sangat bersemangat.
            Dan tidak tahu kenapa, mungkin ini hasil perjuangannya, Mamat mendapatkan rezeki nomplok. Mamat diberi uang banyak oleh orang kaya nan dermawan saat mengangkat barang bawaannya. Mamat sangat senang.
Mamat pun pulang lebih dari awal dari biasanya. Karena dia sudah tidak sabar untuk memberi tahu ibunya. Dia juga tidak sabar untuk cepat-cepat memakan kerupuk itu. Tetapi dalam perjalanan, Mamat dihadang oleh sekumpulan preman pasar. Preman tersebut merampas uang yang di dapatkan Mamat tadi. Mamat mengejar para preman. Tetapi tiba-tiba...
Brukk... terdengar suara hantaman yang sangat keras. Orng-orang berlarian menuju asal suara. Ternyat telah terjadi kecelakaan. Mamat tertabrak mobil. Mamat dilarikan ke rumah sakit
***
            Mendengar kabar Mamat tertabrak, ibunya Mamat langsung pergi ke rumah sakit. Ibunya Mamat sangat sedih.
Luka Mamat tidak terlalu parah. Hanya sedikit patah di bagian kakinya. Orang menabrak Mamat bertanggung jawab dengan membayar semua biaya pengobatan.
Mamat pun akhirnya siuman. Ibunya langsung memeluk anaknya. Si penabrak ada di samping Mamat.
“Maafkan saya nak, saya tidak sengaja menabrak kamu.” Kata si penabrak.
“Ia bu. Gak apa-apa. Saya baik-baik saja kok.”
“Kamu tenang saja, semua biaya pengobatan sudah saya yang tanggung.”
“Iya bu. Terima kasih. Yang penting saya selamat bu. Karena jika saya tidak ada siapa yang akan membantu ibu saya lagi.”
“Wah, kamu anak yang baik. Sebagai permintaan maaf saya. Apa yang kamu inginkan nak? Biar saya kabulkan.”
“Saya gak mau apa-apa bu. Saya cuma mau kerupuk udang. Hehehe...”
“Kerupuk udang? Oke.. besok saya bawakan. Yang banyak”
“Beneran bu? Asyik... yeye, akhirnya aku makan kerupuk udang.”
“Oh ya satu lagi. Kamu mau jadi gak jadi anak saya? Karena saya gak punya anak. Kamu mau?”
Mamat terdiam mendengar permintaan ibu itu. Di satu sisi dia senang karena hidupnya akan senang. Tapi dia juga sedih, bagaimana dengan nasib ibu dan adik-adiknya. Dia melihat ibunya. Ibunya memperbolehkan.
“Tapi bu. Mamat punya satu persyaratan. Biarkan ibu Mamat dan adik-adik Mamat tinggal bersama Mamat”
“Oh itu. Mengapa tidak?”
            Mendengar pernyataan ibu itu, Mamat sangat senang. Inilah buah dari do’a yang Mamat panjatkan setiap hari. Bukan hanya kerupuk udang yang dia dapat, tetapi juga kehidupan yang layak.

TAMAT

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cuplikan Buku Hujan Matahari (Karya Kurniawan Gunadi)

Rekomendasi Destinasi Wisata Sejarah di Aceh, Wajib Dikunjungi!

Pertolongan Allah Itu Dekat