Ini Prinsip (Teruntuk Muslimah Tangguh)
Telah
masuk bulan penuh berkah yaitu bulan ramadhan. Bagaimana tidak berkah? Bukankah
Allah telah berjanji, pada bulan ini semua kegiatan kita yang baik akan
mendapatkan pahala. Tidur saja dapat pahala. Sangat berkah bukan?
Seperti biasa, salah satu kegiatanku
saat bulan puasa, wajib juga untuk dilakukan adalah buka puasa bersama
teman-teman. Seperti hari, aku telah janjian bersama teman-teman semasa SMAku
untuk buka puasa bersama. Acara seperti ini bisa dikatakan acara temu kangen
pada teman-teman lama yang sudah lama tidak bersua. Karena masing-masing dari
kami sudah sibuk dengan urusannya, jadi cuma acara-acara seperti ini yang hanya
bisa mengumpulkan kami semua. Senangnya... Akhirnya bisa kumpul dengan mereka.
Sesuai dengan kesepakatan bersama, buka
puasa kali ini diadakan di rumah salah satu temanku yang jaraknya tidak terlalu
jauh dari rumahku dan juga harus sudah datang tepat waktu pukul lima sore. Satu
persatu teman-temanku mulai berdatangan. Saling bersalaman satu dengan lainnya.
Tetapi berbeda dengan diriku, selain dengan teman perempuan, aku tidak mau
bersalaman. Aku sangat menjaga diri untuk tidak bersentuhan dengan kaum lelaki.
Salah
satu teman lelaki hendak bersalaman denganku. Sudah lama tidak berjumpa
dengannya karena dia masuk asrama. Aku hanya mengatakan maaf sambil bersalaman
dari jauh tanpa bersentuhan dengannya. Dia heran. Teman-teman lelaki yang lain
yang sudah sering berjumpa denganku saat ada acara-acara lain sudah pada
maklum.
“Dia
udah gak mau lagi salaman dengan kita. Bukan muhrim katanya.” Kata salah
seorang teman lelaki yang lain. Aku hanya bisa tersenyum mendengarnya. Sebuah
kalimat penjelasan yang mengandung makna sindiran.
“Di
kampusnya dia di doktrin apa?” kata teman lelaki yang lainnya. Aku hanya
tersungut-sungut mendengarnya. Kesal. Cobalah untuk mengerti.
Teman-temanku yang perempuan banyak
menanyakan perubahan yang terdapat padaku. Ya, aku ‘lain’ daripada mereka.
Pakaianku bisa dikatakan lebih muslimah. Mereka mendukung. Walaupun terkadang menyindir
“Ahh..
Segan aku sama muslimah satu ini,” kata teman perempuanku. Aku kesal. Perubahan
ini bukan penghalang untuk tetap bergaul dengan kalian.
Saat selesai acara buka bersama,
kembali aku tersindir oleh kaum pria. Sama seperti sebelumnya, sindiran terjadi
saat hendak bersalaman. Bahkan lebih keras.
“Jadi,
tetap gak mau salaman?”
“Gak
mau, maaf aku gak bisa.”
“Ya
sudah. Intinya kami gak mau seperti kau yang gak mau bergaul, kami tetap
menghargai dengan salaman.” Kata-kata yang keras menurutku.
“Gak
loh, bukan seperti itu.” Akucoba untuk menjelaskan. Tapi percuma. Ada juga
teman lelaki yang sudah tau tapi tetap mencoba untuk bersalaman.
“Oh
iya, kan bukan muhrim.” Sindirnya. Aku hanya mengelus dada melihat tingkah
mereka. Sedih rasanya. Seperti dijauhi oleh mereka.
***
Aku
coba untuk konsultasi dengan para sahabat dan juga murobbiku tentang masalah
yang sedang aku hadapi.
“Kak,
bagaimana pendapat kakak tentang ini? Aku bingung kak. Aku bingung harus
bertindak bagaimana?” tanyaku pada murobbiku.
Jawaban dari mereka semua hampir sama.
“Dik,
kamu tau kan wanita muslimah di mata islam? Wanita muslimah itu adalah
sebaik-baiknya perhiasan. Kenapa demikian? Perhiasan itu mahal kan? Dan
perhiasan itu hanya bisa dipegang sama yang mampu membelinya bukan? Nah,
seperti itulah wanita muslimah, sangat mahal. Tak bisa dipegang oleh sembarang
orang dan hanya bisa dipegang oleh orang yang mampu membelinya dengan harga
yang sangat mahal. Ya itu hanya suami kamu. Wanita muslimah itu juga ratu.
Hanya bisa dipegang oleh raja. Nah, sekarang itu terserah padamu, mau jadi
perhiasan imitasi atau perhiasan yang sangat mahal? Perlakuan kamu itu sudah
benar dik, hanya saja caranya yang sedikit lebih diperhalus. Pelan-pelan kasih
tau mereka, kalau bersentuhan itu tak boleh. Kamu tau kan hadist yang
mengatakan kalau seorang lelaki lebih baik menyentuh bara api daripada
menyentuh seorang wanita. Nah, kamu sayang dengan mereka kan? Maka dari itu,
jangan bersentuhan. Keep istiqomah ya
adikku. Inilah perjuanganmu. Memang, buat orang-orang yang baru berhijrah akan
mengalami hal yang sama yang sedang kamu alami saat ini. Pertahankan prinsipmu
ya dik.”
Aku tersenyum puas dengan jawaban
yang dilontarkan oleh murobbiku.
Jawaban yang buat hati semakin memantapkan diri. Jawabannya juga tidak begitu
berbeda dengan jawaban para sahabatku yang lain. Mereka mendukung. Sekarang,
tinggal menjelaskan kepada teman-temanku yang lain yang ‘belum mengerti’.
Setiap saat, kalau aku berjumpa, pasti selalu disindir, dan aku juga kembali
menjelaskan alasannya mengapa demikian. Tetapi tetap saja, sindiran selalu
keluar dari mereka. Sedih. Tapi ya sudahlah, semoga Allah membuka hati mereka
sehingga mereka mengerti dengan perlakuanku.
Komentar
Posting Komentar