Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2016

Bapak

Bapak Ika Pratiwi Karena dari bapak, kita belajar bahwa sejatinya cinta bukan dari ucapan namun dari tindakan.- Ibu “Bu, hari ini bapak pulang kan?” rengekku.             Aku gelisah. Bapak belum pulang dari luar kota karena masih ada kerjaan. Dan aku besok ber-ulang tahun yang ke 5 tahun. Apa bapak gak ingat ulang tahunku ya? “Pulang sayang. Tunggu saja ya.” Dan bapak juga tidak pulang dan lupa dengan ulang tahunku. Bapak jahat! ***             Masih membekas di ingatan segala sesuatu yang berhubungan dengan bapak. Tingkah lakunya, perlakuannya, semuanya. Bapak itu tidak baik, versiku. Dulu. Namun kata ibu tidak demikian. Bapak baik! Dari mana baiknya? “Bu, kenapa ibu mau dengan bapak? Bapak tidak romantis, cenderung aneh, pelupa, humoris apalagi. Apa sih yang dilihat dari bapak?” “Karena bapak itu baik. Mungkin kamu belum paham dimana letak kebaikan bapak. Percayalah nak, bapak baik.” Ah, ibu selalu meluruskan pemikiranku tentang bapak.             Bapak it

Sang Penari

Sang Penari Ika Pratiwi “Kalau besar nanti jadi penerus Ibu ya nak. Jadi penari.” “Iya bu.” ***             Masih teringat jelas harapan Ibu tentang masa depanku. Menjadi seorang penari. Ah, bu. Andai Ibu masih hidup, aku akan menceritakan semua yang telah aku alami semenjak Ibu tidak ada. Perjuangan meraih impianmu dan juga impianku namun tanpa menentang perintahNya. Mungkin Ibu akan kecewa akan keputusanku setelahnya. Baiklah Bu, akan aku ceritakan.             Sore itu, selepas hujan di sudut Kabupaten Bandung, untuk pertama kalinya Ibu memperkenalkanku mengenai dunia tari ang sesungguhnya. Umurku saat itu masih lima tahun ketika Ia membawaku ke sebuah tempat dimana aku akan memulai impanku. Sanggar Tari Pertiwi.             Tempatnya luas. Bahkan sangat luas. Ada banyak tempat yang memiliki kegunaannya masing-masing. Ketika pertama kali masuk, akan dijumpai ruangan terbuka yang merupakan pendopo sanggar. Biasanya di ruangan  ini sering dilakukan pagelaran yang pema