Bapak

Bapak
Ika Pratiwi

Karena dari bapak, kita belajar bahwa sejatinya cinta bukan dari ucapan namun dari tindakan.- Ibu

“Bu, hari ini bapak pulang kan?” rengekku.
            Aku gelisah. Bapak belum pulang dari luar kota karena masih ada kerjaan. Dan aku besok ber-ulang tahun yang ke 5 tahun. Apa bapak gak ingat ulang tahunku ya?
“Pulang sayang. Tunggu saja ya.”
Dan bapak juga tidak pulang dan lupa dengan ulang tahunku. Bapak jahat!
***
            Masih membekas di ingatan segala sesuatu yang berhubungan dengan bapak. Tingkah lakunya, perlakuannya, semuanya. Bapak itu tidak baik, versiku. Dulu. Namun kata ibu tidak demikian. Bapak baik! Dari mana baiknya?
“Bu, kenapa ibu mau dengan bapak? Bapak tidak romantis, cenderung aneh, pelupa, humoris apalagi. Apa sih yang dilihat dari bapak?”
“Karena bapak itu baik. Mungkin kamu belum paham dimana letak kebaikan bapak. Percayalah nak, bapak baik.” Ah, ibu selalu meluruskan pemikiranku tentang bapak.
            Bapak itu gendut. Susah untuk berjalan. Jelek. Terkadang bicaranya juga gak jelas. Gak paham dengan yang dia katakan. Walaupun bapak juga tidak pernah marah dengan kami. Tapi bapak itu pelupa. Gak romantis. Tidak pernah aku lihat dalam hidupku kalau bapak menyatakan rasa cinta. Sama ibu saja tidak pernah apalagi sama aku anaknya. Dan pendiam.
            Bapak juga sering ke luar kota. Katanya sih ada kerjaan. Jarang pulang. Jarang juga kumpul dengan keluarga. Jadinya aku kurang dekat sama bapak.
            Aku selalu iri dengan bapaknya teman-temanku. Baik, ganteng, romantis lagi. Selalu jemput mereka ketika pulang sekolah. Sering kasih hadiah. Berbeda jauh dengan bapak.
“Bu, andai bapak seperti bapaknya tema-temanku. Pasti aku bahagia.”
Hush, gak boleh bicara gitu. Bersyukur! Bapak kamu itu baik. Sangat baik. Kamu  saja yang tidak sadar.” Dan aku masih belum paham dengan makna kalau bapak itu baik. Mungkin karena saat itu umurku masih 10 tahun. Ah pak, maafkan anakmu ini.
***
            Hari ini tepat usiaku beranjak ke-17 tahun. Jauh-jauh hari, aku sudah minta sama ibu untuk dirayakan dengan teman-temanku. Seperti pesta kecil-kecilan. Mengundang teman dan makan-makan di rumah.
            Seperti biasa, tanpa bapak! Bapak tidak pernah ada di ulang tahunku. Kerja-kerja dan kerja alasannya. Walaupun ada bapak tetap saja rasanya. Gak ada yang spesial.
Selamat ulang tahun Naira. Ucapan selamat ulang tahun datang bertubi-tubi dari temanku yang datang ke pesta saat itu. Tibalah ucapan dari Ridho, pacarku.
“Selamat ulang tahun sayangku.” Dan Ridho bersiap-siap untuk menciumku.
*Plak*
Tamparan keras Bapak tepat mendarat di pipinya sebelum berhasil menciumku. Dan bapak langsung masuk ke dalam rumah tanpa sepatah kata pun. Bapak jahat! 
“Bapakmu norak. Kita putus! Ayo teman-teman kita pulang.” Teman-temanku segera bergegas meninggalkan ruang pesta. Hancur sudah. Hancur!
“Bapak apa-apa-an sih! Kenapa bapak tiba-tiba muncul mengacaukan suasana? Seharusnya bapak kerja. Gak disini. Gak seharusnya ada disini.” Aku penuh dengan amarah.
Kenapa bapak hanya diam pak? Kenapa? Ah bapak.
Dan bapak diam. Selalu diam dengan semua sifat pendiamnya. Kemudian berlalu masuk ke kamarnya. Bapak maunya apa sih?
“Bu, bapak jahat! Bapak merusak segalanya!” tangisku dalam pelukan ibu.
“Bapakmu punya alasan sayang. Sudahlah. Nanti ibu yang bicara sama bapak ya. Tenang ya.” Aku hanya menangis sejadi-jadinya. Kenapa bukan bapak yang membujukku? Kenapa harus ibu?
*Bruk* Bunyi suara sesuatu yang terjatuh dari kamar bapak. Bapak!
            Bapak segera dibawa ke rumah sakit untuk perawatan. dan beberapa jam kemudian bapak dinyatakan meninggal karena penyakit yang telah lama ia derita! Allah! Bapak! Bapak sakit apa? Kenapa aku gak tau?
***
Setelah pemakaman hari ini aku harus bicara dengan ibu apa yang terjadi sama bapak!
“Sudah saatnya kamu tau fakta mengenai bapakmu. Ayo ikut ibu.” Ibu membawaku ke kamarnya. Diberikannya sebuah CD.
“Tontonlah nak.”
            Allah. Kenapa bapak merahasiakan ini semua dariku? Terjawab sudah seluruh pertanyaanku di video ini. Aku menangis dengan rasa penyesalan.
Isi video tersebut:
Assalaamualaikum Naira sayang. Apa kabar? Semoga kamu baik-baik selalu ya. Maafkan bapak belum bisa menjadi orangtua yang baik untuk kamu. Maaf untuk semua tingkah laku bapak yang membuat kamu semakin tidak suka sama bapak. Percayalah nak, bapak sayang kamu.
Kamu selalu bilang bapak lupa dengan hari ulang tahunmu. Percayalah sayang, bapak tidak pernah lupa. Tidak benar-benar lupa. Haha. Ibu kamu yang selalu ingatkan bapak. Dan bapak selalu siapkan hadiah. Tanya deh sama ibu dimana bapak simpan seluruh hadiah kamu. Duh, bapak gak romantis ya? Berikan hadiahnya dari video. Haha. Maaf ya.
Sebenarnya bapak kamu ini pemalu. Tanya deh sama ibu bagaimana pemalunya bapak kamu ini. Padahal dengan keluarganya sendiri ya. Haha.
Bapak akan menceritakan mengapa bapak sering ke luar kota. Bapak ini terkena penyakit yang gejalanya pelupa, bicara bapak kurang jelas, otot juga sering kaku, dan tidak bisa banyak bergerak. Apalagi bapak juga gendut kan? Haha. Makanya bapak jarang antar jemput kamu. Maafkan bapak kamu yag lemah ini ya.
Sebenarnya bapak kerja di luar kota bukan sepenuhnya kerja. Bapak berobat sayang. Dan selalu bertepatann dengan hari ulang tahun kamu.
Selamat ulang tahun anakku, Raina Muthia yang ke-17 tahun. Keberkahan selalu menyertaimu ya. Wassalam.
Ibu keluar dari kamarnya dengan membawa barang yang banyak.
“Sayang, ini adalah hadiah yang sudah dikumpulkan sama bapak kamu. Umur kamu sudah 17 tahun kan. Berarti ada 17 hadiah untuk kamu. Cara romantis bapak kamu lucu ya. Dia bilang sama ibu untuk mengumpulkan semua hadiah darinya untuk diberikan padamu di umur yang ke-17.”
Ah bapak.
“Kamu tau mengapa bapak menampar pacar kamu kemarin? Percayalah sayang, bapak kamu benar-benar peduli. Di saat kamu bilang bahwa kamu ada pacar, bapak kamu langsung pasang badan. Dia langsung mencari identitas pacar kamu itu. Dan kamu tau apa hasilnya? Ternyata si’itu’ nya kamu itu punya pacar yang lain. Wah, bapakmu tidak tinggal diam. Apalagi dia sempat akan menciummu. Bapak kamu gak mau anaknya disentuh oleh sembarangan orang. Apalagi sama yang bukan mahramnya. Kan pacar kamu belum tentu jadi suami kamu. Berjanjilah sayang. Demi bapak, kamu harus bisa jaga diri ya.”
Iya ibu. Aku janji. Demi bapak!
***
            Ibu benar. Dari bapak, kita belajar bahwa sejatinya cinta bukan dari ucapan namun dari tindakan. Bahwa laki-laki dilihat dari perbuatannya bukan dari banyaknya omongan. Ah bapak, aku menemukan pelajaran mahal yang tersembunyi darimu. Maafkan anakmu ini. Terima kasih. Bapak tenang disana ya.


Pusara Bapak, 23 November 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cuplikan Buku Hujan Matahari (Karya Kurniawan Gunadi)

Rekomendasi Destinasi Wisata Sejarah di Aceh, Wajib Dikunjungi!

Pertolongan Allah Itu Dekat